Rabu, 17 Desember 2008

PERAWATAN PENYAKIT KUSTA

  1. DEFINISI

Ø Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)

Ø Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)

  1. ETIOLOGI

Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.

  1. MANIFESTASI KLINIS

Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:

1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas

Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot.

2) BTA positif

Pada beberapa kasus ditemukan BTA dikerokan jaringan kulit.

3) Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi.

  1. KLASIFIKASI

Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan atas dua jenis yaitu:

1. Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)

· Merupakan bentuk yang tidak menular

· Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi

· Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas

· Komplikasi saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal dari pada bentuk basah

· Pemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebab

· Bentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi

2. Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)

· Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lain

· Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta

· Kelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di badan, muka dan daun telinga

· Sering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung

· Kecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit

· Pada bentuk yang parah bisa terjadi ”muka singa” (facies leonina)

Diantara kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan (tipe borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk ini dalam pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.

  1. PATOGENESIS

Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.

  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

v Pemeriksaan Bakteriologis

Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:

1. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.

2. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.

3. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.

4. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:

a. Cuping telinga kiri atau kanan

b. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain

5. Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:

a. Tidak menyenangkan pasien

b. Positif palsu karena ada mikobakterium lain

c. Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.

d. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.

6. Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:

a. Semua orang yang dicurigai menderita kusta

b. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta

c. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap obat

d. Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali

7. Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett

8. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.

v Indeks Bakteri (IB):

Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:

0 :bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

1 :bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang

2 :bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang

3 :bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

4 :bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

5 :bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

6 :bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

v Indeks Morfologi (IM)

Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

  1. PENATALAKSANAAN

1. TERAPI MEDIK

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:

a) Tipe PB ( PAUSE BASILER)

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :

· Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas

· DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah

Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

b) Tipe MB ( MULTI BASILER)

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

· Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas

· Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah

· DDS 100 mg/hari diminum dirumah

Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

c) Dosis untuk anak

Klofazimin:

· Umur dibawah 10 tahun :

o Bulanan 100mg/bln

o Harian 50mg/2kali/minggu

· Umur 11-14 tahun

o Bulanan 100mg/bln

o Harian 50mg/3kali/minggu

DDS:1-2mg /Kg BB

Rifampisin:10-15mg/Kg BB

d) Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

e) Putus obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

2. PERAWATAN UMUM

Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.

a) Perawatan mata dengan lagophthalmos

§ Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran

§ Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat

§ Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu

b) Perawatan tangan yang mati rasa

§ Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh

§ Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam

§ Keadaan basah diolesi minyak

§ Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus

§ Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku

§ Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka

c) Perawatan kaki yang mati rasa

§ Penderita memeriksa kaki tiap hari

§ Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam

§ Masih basah diolesi minyak

§ Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus

§ Jari-jari bengkok diurut lurus

§ Kaki mati rasa dilindungi

d) Perawatan luka

§ Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam

§ Luka dibalut agar bersih

§ Bagian luka diistirahatkan dari tekanan

§ Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas

Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:

1) Kulit halus dan berminyak

2) Tidak ada kulit tebal dan keras

3) Luka dibungkus dan bersih

4) Jari-jari bengkak menjadi kaku