Senin, 19 Januari 2009

UNSUR KEPUASAN PASIEN

A. Kinerja / Kualitas Pelayanan
Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (1997) mengatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan. Juran dalam Wijono (1999) menyatakan kualitas merupakan perwujudan atau gambaran-gambaran hasil-hasil yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan dalam memberikan kepuasan. Lebih lanjut menurut Juran dalam Parani (1997), ia menyampaikan bahwa dua hal yang berhubungan dengan kualitas suatu produk yaitu, produk harus mempunyai keistimewaan dan bebas defisiensi.
Parasuraman dalam Pujawan (1997) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan yang baik. Sedangkan Gronroos et al. dalam Pujawan (1997) mendefinisikan kualitas pelayanan (service quality) sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pelayanan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Jika kualitas jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa akan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyediaan jasa dalam memenuhi harapan pemakainya secara konsisten.
Djoko Wijono (1999) menjelaskan kualitas/mutu pelayanan, khususnya di bidang kesehatan yang ditinjau dari berbagai aspek, antara lain dari sudut pandang pasien, petugas kesehatan, dan manajer. Dari sudut pandang pasien, mutu pelayanan berarti suatu emphati, respek, dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga mereka beserta keluarganya sehat dan dapat melakukan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Dimensi mutu pelayanan kesehatan ditegaskan oleh Djoko Wijono (1999) terdapat 8 hal, antara lain kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, efektifitas, efisiensi, kontiunitas/kesinambungan, keamanan, hubungan antar manusia, serta kenyamanan (Wijono, 1999 : 35-37). Dimensi yang serupa juga dijelaskan oleh Parani (1997), dimana ia mengemukakan tentang pengertian pelayanan jasa yang unggul (service excellence) : yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Sasaran dan manfaat dari service excellence secara garis besar terdapat empat unsur pokok yaitu : kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. Keempat unsur pokok tersebut merupakan suatu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, artinya pelayanan atau jasa menjadi tidak sempurna bila ada salah satu dari unsur tersebut diabaikan.
Untuk mencapai hasil yang unggul, setiap karyawan harus memiliki keterampilan tersebut, diantaranya berpenampilan baik serta bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan selalu siap melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan dengan baik, maupun kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat dan yang penting adalah mampu menangani keluhan pelanggan secara baik.
Lebih lanjut oleh Kotler (1997) disebutkan tentang kelima determinan kualitas jasa tersebut yaitu antara lain:
1) Kehandalan, yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat waktu;
2) Responsif, yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat;
3) Keyakinan, yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan;
4) Empati, yaitu menunjuk pada syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi kepada pelanggan; dan
5) Berujud, yaitu menunjuk pada fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi.

B. Harapan Klien
Menurut teori Kotler (1997 : 36) dalam bukunya Service Quality, kepuasan pelanggan merupakan kondisi terpenuhinya harapan pelanggan atas service/pelayanan yang diberikan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan/ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan ternyata di bawah ekspektasi, mereka cenderung tidak puas. Oleh karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting dipahami oleh perusahaan.

Ekspektasi juga dapat dibentuk dari pengalaman pelanggan sebelumnya. Jika pelanggan pernah memperoleh pelayanan dalam 15 menit dari sebuah restoran pizza, dia akan memiliki ekspektasi bahwa layanan dari restoran tersebut tidak akan lebih dari 15 menit, pada kunjungan berikutnya. Seberapa tinggi ekspektasi klien dan seberapa jauh toleransi yang diberikan oleh klien menjadi satu hal yang perlu diperhatikan oleh service provider. Tidak semua ekspektasi klien mungkin dipenuhi. Ada area abu-abu yang terletak antara dua titik ekstrem yang disebut oleh Zeithmal sebagai Zone of Tolerance. Dalam mendeliver pelayanan ada yang disebut sebagai Desired Service yakni tingkat pelayanan yang seharusnya dilakukan oleh Service Provider atau Adequate Service yaitu tingkat minimum pelayanan yang dapat diterima oleh pelanggan.

Tidak ada komentar: